Selasa, 26 Agustus 2014

Celengan Ayam

 Celengan ayam kutimang-timang . Terasa berat di tanganku mungkin sudah ada beratus-ratus uang logam dan lemabaran ribuan disana . Mungkin juga sudah cukup untuk membeli playtasion impianku, Tapi... kembali terngiang ucapan ibu tadi siang.
"Yan , bagaimana menurutmu kalau celengan ayammu tidak usah kamu gunakan untuk membeli playtasion ?? " Ucap ibu lirih
"Lalu mau di gunakan untuk apa , bu ??
"Ibu mempunyai rencana untuk memperluas kios kita dengan barang-barang kebutuhan rumah tangga lainnya , kamu mengerti maksud ibu bukan , yan ??
"Iya , bu "
 Ah seandainya saja ayah masih ada , tentu ibu tidak perlu bersusah payah membuka kios seperti itu . Seandainya saja....
 Dengan pelahan-lahan kuelus celengan ayam itu . Ada rasa sayang untuk merelakan satu satunya benda yang kumiliki itu .
 Celengan yang kumiliki sejak kelas VII SMP .Setiap hari aku mengisinya dengan uang saku yang di berikan oleh ayah , sedikit demi sedikit hingga akhrinya menjadi seberat ini . Haruskah kubuka celengan itu untuk kuberikan pada ibu ??
 Sekelabat wajah ibu membayang di pikiranku . Aku kasihan padanya sejak ayah meninggal . Ibu terlihat semakin bertambah tua mungkin karna beban yang harus di tanggungnya . Kubulatkan niatku untuk merelakan celengan ayam itu .
 Untuk terakhir kali kuelus celengan ayam itu. Selamat tinggal playtasion , perlahan kuangkat celengan itu dan kubanting ke lantai , byaar...... celengan itu pecah berkeping-keping . Uang logam dan lembaran uang kertas berserakan di lantai , kupungut satu-persatu untuk kuhitung.
........................................................................

Tidak ada komentar:

Posting Komentar